<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d10028614\x26blogName\x3dThe+Truth+Only\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dSILVER\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://anakmapek.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_GB\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://anakmapek.blogspot.com/\x26vt\x3d-9071562857044558623', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>

Met Tahun Baru Hijriah 1428 H.

Saturday, January 20, 2007
tuk seluruh keluarga, para sahabat di Indonesia...
tuk kakak, adek2 yang lagi berjuang...
tuk seluruh penduduk dunia...

Moga kalian bisa mendengarku,
aku hanya ingin menyapa lewat bisikan angin
yang berjalan menyentuh dimensi waktu
yang mempertemukan kita di penghujung tahun...

SELAMAT TAHUN BARU HIJRIAH 1428 H.
intropkesi diri, temui jati diri menjadi manusia sejati

Murka Tuhan; Salah Siapa?

Tuesday, January 16, 2007
Sederatan peristiwa yang menimpa negeriku, menjadi catatan kelam setiap jiwa. "Tuhan sedang murka", kata para wakil Tuhan. "Tuhan mana yang kau maksud?", para Teolog ikut berdalih. "Tuhanku maha peyayang, maha pengasih tak pernah pilih kasih", para Sufi menampik. "Ah.. itu bukan Tuhan, Tuhan tak pernah ada, tak juga murka tak juga punya kasih", para anti Tuhan terbahak-bahak. "Ini semua karena manusia serakah", para Sosiolog tak mau kalah.

Sungguh ironis ketika sederatan persitiwa yang menimpa negeri ini harus berakhir dengan saling menyalahkan. Lebih ironis lagi, ketika Tuhan dituduh sebagai biang keladinya, "Tuhan sedang murka". Pada saat itu, sosok Tuhan tiba-tiba menjadi momok yang menakutkan. Yang ada hanyalah tuhan bengis, seram tanpa belas kasih. Tak ada satu manusia pun yang mampu menghalau murka Tuhan. "Kenapa Tuhan murka, mak?", si mungil itu nampak iba. "Mungkin karena terlalu banyak maksiat di negeri ini, nak!", emak ikut berdalih. "tapi kenapa Tuhan yang disalahkan, kenapa bukan para pelaku maksiat itu mak?", si anak berlagak filosofis. "Ah.. aku juga tidak tahu nak", emak geleng-geleng kepala.

Ketika teori tak mampu berkata, hati ikut tersayat. "Kenapa harus menyalahkan Tuhan?", si mungil itu mungkin benar. Ketika sebuah permasalahan menemui jalan buntu, manusia serta merta mengklaim Tuhan sebagai pelaku utama. Mereka tak pernah berani menyelam ke dalam lubuk jiwa terdalam sembari bertanya, "apa yang salah pada negeriku?".

Para Teolog ikut berdalih, "Tuhan mana yang kau maksud, yang aku tahu Tuhanku tak pernah murka tanpa sebab yang pasti". Tuhan telah menetapkan hukum alam yang dikenal dengan sunnatullah. Kehendak Tuhan sejalan dengan aturan alam. Ketika manusia menyalahi aturan alam, alam akan murka. Bukan karena Tuhan murka, tapi karena manusia meminta murka Tuhan. Tuhan pun tak segan, murka tuhan tak pilih kasih, ya alim ya dzalim semua akan kena. ...wattaqû fitnatan la tusíbanna ladzína dzalamû minkum khassatan, wa'lamû anna l-laha syadídul iqáb... "dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya".

"Ah.. Tuhanku maha penyayang, maha pengasih tak pilih kasih", para Sufi menampik. Tuhan sungguh pemilik segala cinta, dia tidak pernah murka. Kasih sayangnya berlimpah, hanya manusia enggan memintanya. Mereka lebih memilih murkanya daripada cintanya. Hanya karena cinta Tuhan abstrak, manusia terkadang dibutakan cinta-cinta empiris hamba. Tuhan sungguh maha bijaksana, pemilik segala daya. Tuhan tak pernah murka, manusialah yang murka. "Ah.. kenapa manusia tak mau menatap pemilik segala, pemilik jagat raya, kenapa manusia begitu angkuh seolah memiliki segalanya?".

"Ah.. itu bukan Tuhan, Tuhan tak pernah ada, tak juga murka tak juga punya kasih", para anti Tuhan memandang remeh. Bagi para anti Tuhan, bumi berjalan dengan sendirinya, tanpa aturan. Mereka menganggap semua yang terjadi di muka bumi ini berjalan tanpa intervensi Tuhan. Manusialah pemilik hak penuh alam. Manusia pulalah yang menentukan masa depan alam.

Namun, ketika aturan alam tak lagi terkendalikan, masihkah manusia menafikan kekuatan Tuhan. Ketika ribuan korban jiwa terlantar, masihkah manusia memiliki kekuatan melebihi kekuatan Tuhan?. Ketika alam murka, tidakah kita menjerit memanggil Tuhan, memohon belas kasih Tuhan. Tuhan adalah dzat yang tidak bisa dinafikan, tidak juga bagi para Ateis, karena manusia dilahirkan dengan dasar ketuhanan yang suci.

"Ini semua karena manusia serakah", para Sosiolog tak mau kalah. Manusia sebagai mahluk pemilik potensi tertinggi, telah merusak alam. Maka, manusia harus bertanggungjawab. Manusia yang seharusnya membangun peradaban alam, hanyut dalam ambisi kemanusiaan yang paling rendah. Itu semua karena manusia serakah.

Apapun yang terjadi, tak pernah lepas dari kehendak Tuhan, tidak juga dari campur tangan manusia. Sederatan peristiwa yang terjadi di negeri ini, bisa jadi wujud cinta Tuhan yang diungkap lewat "Murka Tuhan". Setiap insan punya potensi ketuhanan dalam jiwa. Maka, seharusnya manusia menyelami makna peristiwa dengan kembali memancarkan jiwa ketuhanan dalam diri setiap insan. Bukan dengan saling menyalahkan, apalagi sampai menyalahkan Tuhan. Wallahu a'lam.

tajammu awwal, 16 Januari 07

Helwan; Kota Sarat Sejarah

Tuesday, January 09, 2007
Beberapa hari yang lalu, tanpa sengaja aku diajak oleh beberapa rekanku ke salah satu propinsi Mesir. Kota itu bernama Helwan, terletak di sebelah selatan Mesir, sekitar 28 km dari pusat kota Kairo, ibukota Mesir. Kota Helwan berada di jalur sungai Nil melewati pyramid Saqqara. Helwan berada kurang lebih 5 km dari permukaan air, 85 meter di atas permukaan laut. Sementara garis pemisah antara barat dan timur Helwan adalah daerah gersang, terdapat banyak batu kapur dan merupakan sumber mata air hangat yang terkenal (suhu temperatur mencapai 33°C) yang menjadi salah satu daya tarik alami daerah tersebut.

Perjalanan ke kota Helwan bisa ditempuh dengan menggunakan eltramco alias angkot jurusan Helwan District, bisa juga ditempuh dengan metro amfak (kereta bawah tanah). Para pelancong biasanya menempuh dua jalur utama, lewat jalur Ma'adi -bisa ditempuh sekitar 30 menit dengan catatan tanpa mengalami kemacetan-, atau lewat jalur bukit Muqattam melewati benteng Salahuddin Al-Ayyubi menuju Helwan –bisa ditempuh sekitar 20 menit- akan lebih cepat sebagai jalur alternatif. Namun, jalur apapun yang ditempuh, peran fisik tetap harus digunakan untuk menelusuri pinggiran kota Helwan.

Menurut catatan sejarah, sekitar 4,750 tahun silam, Helwan sudah dikenal oleh khalayak ramai, meskipun saat itu daerah tersebut belum layak ditempati hingga masa pemerintahan Abdel Aziz ibn Marwan, salah seorang gubernur pertama Mesir. Adalah Imhotep, seorang arsitek pyramid Zoser suatu ketika tersandung di atas sebuah dataran tinggi melihat bahwa daerah tersebut layak huni, bukan sekedar bentangan gurun sebelah selatan Kairo. Ketika ibn Marwan melarikan diri ke Fustat –ibukota pertama Mesir- mengikuti anak buahnya, dia dibawa ke suatu tempat yang bernama Abu Qarqoun. Terkesan dengan iklim tropis dan musim semi yang hangat di sana, dia memutuskan untuk tinggal di daerah tersebut dan membangun sebuah kota yang kemudian menjadi pusat pemerintahannya selama 15 tahun. Kota tersebut kemudian diberi nama Helwan (berasal dari kata arab "helw" yang berarti manis seperti gula, cantik dan menarik) atas saran seorang warga Iraq yang melihat banyak keistimewaan di kota tersebut; terletak di dataran tinggi, dekat dengan perairan, memiliki sumber mata air belerang dan banyak pohon palm.

Air Belerang, Anti Penyakit Kulit
Selama 7 Abad, Helwan mengalami perkembangan pesat, namun kemudian porak-poranda ketika Ibrahim Bey El-Farghali yang terkenal brutal membakar semua gedung-gedung peninggalan dan merusak jalan-jalan umum. Helwan terus terpuruk hingga pemerintahan Khedive Abbas.

Hingga suatu ketika, Khedive Abbas mengirim salah seorang tentaranya yang sakit untuk menjalani pengobatan di Helwan. Saat itu, dokter menyarankan untuk menggunakan mata air belerang helwan yang terkenal mujarab. Helwan akhirnya menjadi pusat sumber air mineral untuk kalangan orang asing dan orang-orang borjuis Mesir. Di bawah kekuasaan Khedive Ismail, ahli waris Abbas, Helwan disulap menjadi pusat hura-hura untuk para kelas borjuis, menjadi saksi kemewahan kerajaan dan pusat permandian air belerang. Setelah Khedive Ismail meninggal, para kalangan borjuis mengambil alih tempat tersebut dan sebagian mendirikan apartemen sebagai tempat istirahat di musim dingin di sana. Helwan dengan hotel dan kasinonya yang terkenal tidak lagi sekedar tempat persinggahan kereta api, tapi juga menjadi pusat menghilangkan penat yang nyaman; menyaksikan pacuan kuda, menjadi pusat memanjakan diri... dari tahun 1903 hingga 1953, Helwan tercatat sebagai kawasan modern untuk para kalangan elite.

Permandian air belerang yang ada saat ini telah menjadi milik penuh pemerintah Mesir. Pemerintah tidak lagi membatasi untuk kalangan borjuis saja, tapi terbuka untuk semua kalangan. Anda yang menderita penyakit kulit bisa berkunjung ke tempat ini.

Helwan Kota Industri
Di sepanjang jalan menuju Helwan, aku tertarik mengamati pemandangan di sekelilingku. Puluhan pabrik-pabrik industri berjejer tegak di tengah-tengah padang sahara. "Helwan itu kota industrinya Mesir, di sini pusat pabrik-pabrik industri", kisah temanku.

Pada awalanya, Helwan hanyalah hamparan padang pasir yang tidak terjamah. Namun, seiring pesatnya laju pertumbuhan kota, Helwan pun menjadi salah satu alternatif utama. Para pakar sejarah dan geografis pun diminta untuk memeriksa daerah tersebut. Hingga akhirnya, Helwan yang nampak lusuh disulap menjadi kota industri yang luar biasa.

Revolusi rakyat Mesir pada tahun 1919 memberi angin segar bagi perkembangan kota Helwan. 600 unit perumahan dibangun di sebelah barat di atas dataran tinggi, yang dikenal dengan nama ”Helwan Gadidah". Kemudian disusul dengan pembangunan pabrik besi dan baja. Pabrik tersebut termasuk salah satu di antara pabrik-pabrik yang menyebabkan pencemeran lingkungan di sekitar kota Helwan. "Kalo yang ini pabrik persenjataan, bapaknya Mamdoh kerja di sini", tutur kawanku yang sebelumnya telah berkunjung ke kota itu. Pabrik persenjataan ini dibangun di atas dataran tinggi, terletak sekitar 10 km dari arah selatan kota Helwan. Sebelum memasuki kota Helwan, terdapat sebuah pembangkit tenaga listrik dikelilingi beberapa rumah pekerja yang merupakan sisa-sisa peninggalan pasca revolusi.

Pasca revolusi, pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh pabrik industri di sekitar kota Helwan cukup parah, meski berbagai usaha perbaikan lingkungan telah ditempuh. Pada tahun 1993, gubernur Kairo, Omar Abdel Akher mencoba melakukan penghijaun dan pembangunan taman-taman di sekitar Helwan. Pada November 1995, surat kabar Al-Akhbar mengumumkan bahwa pencemaran lingkungan akan berakhir pada tahun 1997. Menjelang tahun 1997, pencemaran udara yang diakibatkan oleh pabrik semen masih merajalela. Permandian air belerang pun mengalami kerusakan total. Pasca revolusi, Helwan kehilangan pesonanya. Pada Maret 1999, gubernur Kairo, Abdel Rahim Shahata telah menyisihkan 58 juta Pound untuk pembangunan kota Helwan dan perbaikan lingkungan.

Meski pabrik industri Helwan telah menyebabkan pencemaran, namun barangkali Helwan merupakan kota industri yang paling banyak memberikan inventasi terbesar bagi negara Mesir.

Tokoh Besar pun Lahir di Helwan
Menjelang tahun 1997, ketika proyek penghijauan pemerintah Mesir menemui jalan buntu, tingkat pertikaian rumah tangga yang berpenghasilan rendah dan jenis kekerasan yang sepele menjadi fokus novel dan film yang ditulis oleh pengarang muda Helwan, Mustafa Zikri. Helwan yang merupakan salah satu pinggiran kota Kairo adalah juga merupakan tempat kediaman beberapa publik figur Mesir; pemimpin surat kabar Al-Wafd Mesir, Musthafa El-Nahhas, misalnya. Atau para keluarga kelas atas pun banyak bermukin di kota ini, seperti Yakans. Bahkan, penyanyi legendaris sepanjang masa Mesir, Umm Kulthoum merintis karir menyanyinya di kota ini hingga kemudian terkenal di seluruh di penjuru Mesir.

Naguib El-Manqabadi, pemilik surat kabar terkenal "Misr", yang menghabiskan masak kecilnya di kota Helwan, membangun kembali tiga bangunan penting yang sebelumnya terabaikan; Hotel Al-Hayat, Markas Besar Kementerian bidang Jasa (kemudian berubah menjadi Fouad I Sanatorium untuk Penanggulangan penyakit Paru-paru), dan Kapél Protestan (diserahkan pada tahun 1908, kemudian diambil alih oleh gereja Anglian hingga akhirnya dikuasai oleh Patriarki Koptik Ortodoks).

Taman Jepang yang Angkuh
Eltramco yang membawaku ke kota Helwan akhirnya berhenti. Aku bersama rekanku turun di terminal Helwan. "Inikah kota Helwan?", gumamku dalam hati. Kawasan tersebut cukup ramai, seperti pasar. Mungkin karena hari Ied, pikirku. Namun di sekitarnya terdapat taman-taman. Kerumunan manusia pun menyatu menjadi satu. Ada yang menjajakan jualan, ada yang sedang nge-date dengan pasangannya, ada juga yang sekedar mencari angin segar. Di daerah ini, jumlah orang asing masih sangat minim, terutama dari kalangan mahasiswa. Namun, para pelancong banyak yang berkunjung ke tempat ini. "Turis-turis dari Jepang sering ke tempat ini loh!", tutur Mamdoh, mahasiswa Mesir di Universitas Azhar yang banyak akrab dengan orang Indonesia.

Mamdoh menuntun kami menelusuri kota Helwan. Tiba di persimpangan, di jantung kota Helwan, sebuah taman yang cukup luas membentang angkuh. "Ini taman apa namanya?", tanyaku penasaran. "Ini namanya Hadiqah Yabani (Taman Jepang)", tuturnya. Taman Jepang?. Menurutnya, Jepang pernah menguasai kota Helwan hingga meninggalkan banyak arsitek bercorak Asia, termasuk taman Jepang. Mungkin ini yang menjadi salah satu alasan kenapa banyak orang Jepang yang berkunjung ke kota ini, pikirku. "Di sini juga banyak funduk (hotel) ala Asia, terutama ala Jepang", tambahnya.

Namun menurut sejarah, taman Jepang ini dibangun pada tahun 1917 oleh Sulfugar Pasha, salah seorang penduduk Helwan hingga masa pemerintahan Sultan Hussein. Taman ini ditata dengan gaya Asia. Di dalamnya terdapat beberapa patung Budha yang tingginya sekitar 10 kaki, berbagai jenis tanaman Asia dan sejumlah kolam ikan juga menghiasinya. Di dalamnya juga terdapat sebuah rumah khas ala Jepang. Di sudut taman, terdapat sebuah pagoda (kuil budha). Pintu gerbang taman pun ditata dengan gaya Jepang yang membentang angkuh di sepanjang jalan raya.

Taman Jepang adalah simbol kota Helwan. Meski dibangun puluhan tahun silam, namun masyarakat di sini sangat mencintainya, bahkan ada toko yang bernama Mahallath Yabani, "toko Jepang". Namun, sayang ketika aku berkunjung ke kota itu, taman Jepang sedang dalam perbaikan. Aku hanya bisa menikmatinya dari luar sambil terus bertanya, "kenapa Jepang, kenapa bukan Indonesia?".

Syarmuthah pun Bercadar
Sampai di rumah Mamdoh, kami disambut oleh seorang bapak yang berperawakan gemuk. "Itu bapaknya Mamdoh", kata temanku. Ust. Ismail, -begitu orang-orang memanggilnya- bekerja di salah satu pabrik persenjataan di kota Helwan. Dia orang Sudan yang beristrikan seorang wanita Mesir. Selain bekerja di pabrik, dia juga seorang hafidz qur'an. "Saya hapal qur'an sejak umur 6 tahun", kisahnya.

Tidak lama kemudian, si Hamada muncul. "Saya dihadang dua orang "syarmuthah", tuturnya. Istilah syarmuthah sangat masyhur di kalangan orang Mesir. Istilah ini biasanya digunakan untuk kalangan "perempuan nakal". Di kota Helwan yang agak sepi di malam hari, ternyata menyimpan banyak cerita. Cerita para perempuan nakal yang 'alim'. Kalau anda melewati jalan sepi di malam hari, beberapa perempuan Mesir dengan pakaian ketat, memakai kerudung biasanya parkir di sana. Berjalan sendirian, anda harus siap dihadang. Awalnya, aku sendiri tidak percaya. Dari segi penampilan, mereka nampak seperti wanita baik-baik. Namun, penuturan orang-orang setempat, sedikit menjawab rasa penasaranku. "Jangan lihat penampilannya, bahkan ada syarmuthah yang memakai cadar", kata Hamada. Seorang teman pun pernah bercerita, bahwa sorang perempuan Mesir melakukan adegan tari perut di atas perahu di sungai Nil, ketika akan meninggalkan perahu dia kembali memasang cadar.

Memakai hijab/cadar atau jilbab dalam tradisi arab adalah simbol ketaatan dan kepatuhan. Meski harus diakui bahwa ada segelintir orang yang menyembunyikan identitasnya di balik hijab mereka. Mungkin ini yang terjadi pada para "syarmuthah alim" itu. Mengingat posisinya sebagai pekerja seks dalam ruang sosial dianggap hina, kotor dan melanggar moralitas, maka mereka harus mencari simbol sebagai alibi stereotype untuk mungukuhkan identasnya. Dengan memakai hijab, mereka ingin eksistensi dan identitas mereka tetap diakui di tengah-tengah masayarakat.

Ketatnya keamanan Mesir mungkin juga menjadi salah satu alasan para syarmuthah memilih untuk lebih tertutup. Di Mesir sendiri, terdapat banyak polisi adab yang khusus ditugaskan untuk mengawasi gejala-gejala sosial rakyat Mesir. Meski pergaulan remaja Mesir cukup bebas, namun batas-batas kewajaran masih tetap terjaga, tingkat pelecehan seksual pun tergolong masih rendah. "Ah.. di negeriku, kapan maksiat akan terhenti!?".

Istana Amirah Ain Hayat
Di samping Taman Jepang, terdapat sebuah bangunan tua yang nampak angker di malam hari. "Itu namanya Qasr Amirah Ain Hayat", tutur Mamdoh. Istana tersebut nampak tidak terawat. Beberapa bagian bangunan sudah rusak. Di depan istana, terdapat sebuah rumah sakit. Orang-orang menyebutnya “Rumah Sakit Umum Helwan”. Menurut penuturan warga setempat, istana tersebut dibangun pada tahun 1898 M. Saat itu pengaruh Eropa telah merambah masuk ke kota tersebut, istana-sitana kuno mulai diabaikan. Bahkan bangungan-bangungan kuno didaur ulang dengan gaya Eropa.

Aku tidak tahu pasti sejarah diabadikannya nama Putri Ain Hayat menjadi nama istana. Yang aku tahu, bahwa Amirah Ain Hayat adalah salah seorang putri Ahmad Rif'at ibn Ibrahim Pasha yang menikah dengan Sultan Hussein, salah seorang penguasa Helwan. Amirah Ain Hayat sendiri meninggal pada tahun 1265 H.

Hunagabisy; Sekedar Mengenangmu
Perjalananku ke Helwan, meski kurang memuaskan namun cukup berkesan. Suatu saat, aku ingin berkunjung kembali mengelilingi kota itu sambil naik hantûr (dokar). Dalam perjalanan pulang, Mamdoh mengajak kami singgah di sebuah rumah makan Mesir untuk sekedar mengisi perut. "hanugabbisy!", kata Hamada. "Artinya apa?", tanyaku kurang paham. "Kita akan makan di sebuah rumah makan yang bernama "Kusyari al-Gubbásyiah", jelasnya. Aku hanya manggut-manggut mendengar penjelasan Hamada. "Yalla.. Hanugabbisy!", untuk sekedar mengenang bahwa aku pernah singgah di kotamu.

Kairo, 08 Januari 2007