<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d10028614\x26blogName\x3dThe+Truth+Only\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dSILVER\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://anakmapek.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_GB\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://anakmapek.blogspot.com/\x26vt\x3d-9071562857044558623', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>

Atas Nama Tuhan*

Monday, July 18, 2005
Andai anda disuruh untuk meminta sesuatu yang terbaik buat anda kepada Tuhan, apa yang akan anda minta? Pernahkah anda mencoba medialogkan keluhan anda pada Tuhan? Apa yang anda perbincangkan? Masalah pemilu 2004 kah, atau masalah umat islam yang tak kunjung berakhir? ataukah anda sama sekali tak pernah berdialog dengan Tuhan anda. Anda tahu, para pemikir seringkali mendialogkan ide-ide mereka dengan Tuhan, bahkan banyak diantara mereka yang mengatakan bahwa mereka terinspirasi oleh Tuhan. Ketika Thomas Aquinas memikirkan teologi dalam kepalanya, tidakkah ia telah menyatakan terinspirasi oleh Tuhan?. Ketika Amadeus Mozart memikirkan musiknya dalam kepalanya, tidakkah ia mengatakan terinspirasi oleh Tuhan?, ketika Thomas Jefferson memikirkan kebebasan dalam kepalanya, tidakkah ia menyatakan terinspirasi oleh Tuhan untuk menulis sebuah deklarasi tentang satu bangsa dibawah Tuhan?. Bahkan ketika orang Zionisme Israel menindas rakyat Palestina, tidakkah mereka mengatakan terinspirasi oleh Tuhan? berperang atas nama Tuhan.

Seperti apa inspirasi dari Tuhan bagi mereka? Semua nampak berbeda, antara ide-ide yang diintrepretasikan dalam bentuk kebijakan yang sesungguhnya, dengan ide-ide yang diintrepreteskan sebagai motif untuk melakukan penindasan. Mereka melakukan kekerasan untuk menghentikan kekerasan, membunuh untuk menghentikan pembunuhan, menindas atas nama keadilan, berperang atas nama Tuhan mereka. Tetapi semua tampak sia-sia, kenapa? Karena mereka tak berani jujur kepada diri mereka sendiri, semua dibalut dengan kebohongan.

Pada tangal 21 Maret 2004 yang lalu, selesai menunaikan shalat subuh, tokoh spritual gerakan Hamas, Syekh Ahmad Yasin bersama dua orang anaknya, gugur syahid di tangan para Zionis bejat, tokoh yang hanya bisa memperjuangkan kemerdekaan rakyat Paletina diatas kursi rodanya, yang bergerak saja susah, dan kalo berbicara hampir tak terdengar, harus menjadi korban kekejaman inspirasi Tuhan Sharon. Lagi-lagi inspirasi, suara-suara Tuhan mereka tiba-tiba menjadi sangat kejam dan brutal, suara tanpa suara yang mereka juluki inspirasi Tuhan itu haus akan darah rakyat Paletina. Apa yang sedang mereka cari, apakah mereka sedang mewakili suara Tuhan mereka, ataukah aksi kekerasan itu hasil dari dialog mereka dengan Tuhan mereka? Entahlah, aku sendiri tak pernah mengerti, engkau lebih tahu.

Kenapa tiba-tiba "kekuasan", "ambisi", dan "keakuan" merajalela, seolah-olah hidup ini tak akan ada tanpa kekuasaan, padahal di saat yang sama, kekuasan itu sendiri telah membunuh kreativitas berpikir positif manusia, seolah-olah hanya dia yang MEMILIKI, padahal tanpa sadar dia akan KEHILANGAN, semua dibalut dengan nafsu. Karena ada dan tiada itu saling mengait, yang ada tentu akan tiada, sebaliknya yang tiada tentu akan ada, maka yang memiliki tentu akan kehilangan! Dan dia yang merasa suka di waktu memiliki, sudah tentu saja akan menderita duka di waktu kehilangan. berbahagialah si bijaksana yang TIDAK MEMILIKI APA-APA, karena dia akan bebas dari suka maupun duka!. Anda lebih tahu dan lebih paham itu.

*Untuk rakyat Palestina yang tertindas

Si Qabil & Si Habil

Siapa diantara kita keturunan Qabil, dan yang mana anak cucu Habil ??? Pertanyaan yang cukup rumit. Untuk menjawabnya, kita harus tau siapa Qabil dan siapa Habil. karena dari kedua nama inilah anak manusia terlahir. Mereka adalah putra-putra Nabi Adam AS.

Qabil dan Habil adalah sadara kandung. Si Qabil, jiwanya diselimuti kebencian dan nafsu syetan. sementara si Habil, jiwanya suci dengan kasih sayang.

Al-Quran dengan jelas menggambarkan hal itu. Keduanya adalah persembahan untuk Tuhan, sementara Tuhan sekali-kali tidak akan menerima para pengikut syetan dan mengasihi pemilik jiwa-jiwa suci.

Peryataan Tuhan seharusnya menyadarkan Qabil dan kembali kepadanya dengan penuh penyesalan dan memohon ampunannya. Namun, Qabil justru berniat lain. Dia justru semakin benci kepada saudaranya sendiri dan berniat untuk menghancurkan kesuciaan itu.

Si Qabil bilang : "Aku pasti membunuhmu".

Si Habil menjawab : "Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban) dari orang-orang yang bertaqwa. Sungguh kalo kamu menggerakkan tanganmu untuk membunuhku, sekali-kali aku tidak akan menggerakan tanganku untuk membunuhmu. Sungguh aku takut pada Allah, Tuhan semesta alam".

Mari kita renungkan kata-kata Qabil, "aku pasti membunuhmu", dan kata-kata Habil yang polos. Ketakutannya pada Allah-lah yang menahannya untuk membalas "bunuh dengan bunuh". ...Sungguh kalo kamu menggerakkan tanganmu untuk membunuhku, sekali-kali aku tidak akan menggerakan tanganku untuk membunuhmu...

Apa yang membuat Habil begitu pasrah ? Ya.. hanya taqwa, takut pada sang Pencipta. Dia seorang saudara yang takut akan murka Tuhannya dan pengorbanannya akan di bayar mahal oleh Tuhan sendiri.

Trus.. siapa anak cucu Qabil dan siapa anak cucu Habil?

Anak cucu Qabil adalah simbol generasi dzalim, mereka adalah mahluk berwajah senjata, pisau belati dan berseragam penyiksaan. Sementara anak cucu Habil adalah para generasi terdzalimi, generasi antrian syuahada sepanjang sejarah manusia.

Anak cucu Habil adalah generasi penuh luka dan derita. Sementara anak cucu Qabil adalah para penguasa bumi yang menjadikan anak cucu Habil sebagai santapan kekejamannya.

Andai bukan karena rahmat Tuhan, niscaya bumi ini akan dipenuhi para anak cucu Qabil yang dzalim.

Tapi, anak cucu Habil akan selalu hidup, di sini dan di sana. Entah dimana, tapi mereka tetap di sana. Kalian akan tau dari pancaran sifat sejati mereka. Mereka adalah generasi terhormat, hanya kebenaran yang keluar dari mulut mereka dan merelakan hidup mereka untuk mempertahankan kebenaran itu.

Siapakah anak cucu Qabil dan yang mana anak cucu Habil.....

*Diterjemahkan dari catatan pinggir Ahmad Bahjat, Ahram News Cairo.

ATTAHSIN WA TAQBIH; Versi Asy'ariah

Tuesday, July 05, 2005
a. Mukaddimah
Perdebatan seputar kalam dikalangan para ulama masih hangat diperbincangkan, terutama tiga aliran besar ; Mu’tazilah Asy’ariah dan Maturudiyah. Diantara permasalahan yang masih jadi perdebatan adalah masalah At-tahsin Wa Taqbih, pokok permasalahan terfokus pada masalah esensi kata tersebut, apakah dia merupakan sifat dzat yang diketahui dan dipahami secara daruri oleh akal atau lebih bersifat relatif, yang bisa mengalami perubahan hukum berdasarkan situasi dan kondisi ?

b. Makna At-tahsin wa Taqbih
Menurut pandangan Asy’ariah bahwa nilai “baik” dan “buruk” itu tidak termasuk sifat dzaty (hakiki) bagi nilai sebuah kebaikan dan keburukan, dan bukan juga yang diketahui dan dipahami akal secara daruri ataupun teori. Tapi bagi mereka, nilai “baik” dan “buruk” lebih bersifat abstrak dan relatif, terkadang mengalami perubahan sesuai dengan pandangan akal terhadap personal, waktu dan situasi. Golongan Asy’ariah mengklarifkasi hal tersebut kedalam tiga pandangan :

Pandanngan pertama :
Perbuatan itu terbagi kepada : yang sesuai dengan tujuan disebut hasan (baik), yang meyalahi tujuan disebut qabh (buruk). Dan yang tidak sesuai tujuan dan tidak meyalahi tujuan disebut abaz (sia-sia).
Bedasarkan pandangan ini, maka perbuatan itu dinilai “baik”, manakala sejalan dengan tujuan dan dinilai “buruk” jika meyalahi tujuan. Seperti : membunuh fulan, bagi keluarga fulan itu “buruk” karena menyalahi kebenaran, tapi bagi si pembunuh itu “baik” karena sesuai dengan tujuannya.

Pandangan kedua :
“Baik” berdasarkan syar’i, yaitu hal-hal yang diperintahkan syar’i dan berhak mendapatkan apresiasi secara syar’i. Hal ini meliputi amalan-amalan wajib, sunnat dan perbuatan-perbuatan allah. Dan mubah tidak masuk dalam kategori ini, karena tidak adanya apresiasi syar’i bagi yang melakukannya atau meninggalkannya.
Sedangkan “buruk” adalah hal-hal yang dicela syar’i. Hal ini meliputi haram saja, tidak mencakup makruh dan mubah, karena syar’i tidak memberikan celaan bagi yang melakukannya. Meskipun demikian, ia tidak dikategorikan hasan dan tidak juga qabh, tapi lebih pada otoritas pribadi seseorang dimana ia berada pada pilihan antara harus melakukannya – karena sesuai dengan tujuan - atau meninggalkannya.
Berdasarkan pandangan ini, nilai “baik” dan “buruk” menjadi sangat variatif dan relatif, dimana syar’i bisa mewajibkan suatu perbuatan disatu sisi, dan disisi lain mengharamkannya. Atau mewajibkan kepada seseorang dan mengharamkan kepada yang lain.

Pandangan ketiga :
Pada umumnya, “baik” itu adalah : apa yang seharusnya dilakukan seseorang. Hal ini mencakup perbuatan-perbuatan allah, wajibaat, sunnat, mubah dan makruh. Akan tetapi golongan Asy’ariah sendiri bebeda dalam hal mubah. Diantaranya :
§ Ada yang melarang menilai sesuatu itu “baik” berdasarkan tinjauan bahwa hal tersebut dianjurkan atau diserukan atasnya, karena pada dasarnya mubah tidak seperti itu.
§ Dan ada yang memperbolehkan dengan pandangan bahwa “siapa yang melakukan suatu perbuatan yang dibolehkan” bisa dikatakan “melakukan sesuatu yang “baik”” tanpa adanya bantahan dari mayoritas orang islam. Dan seandainya perbuatan itu tidak “baik”, maka bisa dikatakan ia telah melakukan sesuatu yang “mubah”.

Berdasarkan pandangan ini, maka nilai “baik” dan “buruk” itu relatif, dimana syari’i memiliki otoritas untuk mengklaim suatu perbuatan itu wajib disatu sisi dan haram disisi lain. Maka nilai “baik” dan “buruk” itu pada dasarnya tidak bersifat dzaty (hakiki).

c. Beberapa Permasalahan
1. Dikatakan : menurut Asy’ariah bahwa semua ciptaan allah itu “baik” dari semua sisi. Dan diantara ciptaannya adalah perbuatan hamba (af’al ibaad), maka semua perbuatan hamba juga “baik”. Trus, bagaimana dengan sebagian perbuatan “buruk” manusia?

Golongan Asy’ariah berbeda dalam hal ini kepada dua golongan:
· Diantaranya ; perbuatan allah itu berpengaruh terhadap ciptaannya (perbuatan manusia), maka perbuatan manusia memiliki nilai yang sama dengan perbuatan tuhan karena dia merupakan bagian dari ciptaan Tuhan.
· Yang lain mengatakan ; perbuatan “buruk” manusia itu adalah usaha hamba itu sendiri tanpa ada campur tangan tuhan didalamnya. Maka hukum “buruk” itu dinilai berdasarkan perbuatan dan usaha manusia, bukan perbuatan Tuhan.
2. Syubhat Istidlaliyah : Para ahli logika sepakat bahwa berbohong, kebodohan, kekafiran dan kedzaliman itu “buruk”. Jujur, adil, iman dan ilmu itu “baik”. Hal tersebut diketahui manusia secara daruri tanpa membutuhkan pertimbangan-pertimbangan lain, “baik” itu secara urf (adat) atau syar’i. Bahkan hal tersebut diyakini oleh orang-orang yang tidak mengenal urf dan meyakini syariat seperti agama Brahma dll. Hal itu menunjukan bahwa “baik” dan “buruk” itu diktehui secara dzaty (daruri).

Dalam hal ini, Asy’ariah mempunyai beberapa pandangan diantaranya :
· Bahwa klaim berbohong dan dzalim itu dinilai “buruk”, lebih pada masalah pembenaran (tashdiqi), sedangkan hukum pembenaran tidak bisa terealisasi tanpa adanya gambaran secara terperinci. Maka seandainya pengetahuan tentang itu daruri, maka pengetahuan tentang hakikat bohong dan dzalim juga menjadi daruri.
Pandangan tersebut dinilai salah, karena daruri itu adalah yang diketahui akal secara langsung tanpa meliahat hal-hal diluar dirinya, tanpa ada gambaran secara terperinci. Seperti hitam dan putih tidak bisa bersatu, hal tersebut diketahui secara daruri, sedangkan esensi hitam dan putih tidak diketahui secara daruri.

3. Subhat Ilzamiyah : seandainya penetapan nilai “baik” dan “buruk” setelah adanya syar’i, maka bisa saja terjadi kebohongan dalam risalah nabi, yang bisa mencemarkan otentitas kenabian.

Bantahan Asy’ariah :
· Menurut mereka, nilai “baik” dan “buruk” itu tidak mesti setelah adanya syariat dan tidak seharusnya menafikan nilai “baik” dan “buruk” itu sebelum datangnya syar’i.
· Seandainya “baik” itu hanya yang dinilai “baik” oleh syar’i dan “buruk” itu yang dinilai “buruk” oleh syari’i, maka pada dasarnya golongan Asy’ari tidak menerima penafian makna “buruk” sebelum adanya syar’i serta tuduhan kemungkinan terjadinya penyimpangan di dalam risalah kenabian.

Wallahu a’lam bi shawab..........
Kairo, 29 Maret 2005

· Disampaikan dalam diskusi bersama Forum Kajian Baiquni di Sekretariat KKS pada tanggal 29 Maret 2005.

ALHADATSAH WA MA BA'DA HADATSAH I

MODERNISME DAN POST-MODERNISME
Dr. Abd. Wahab el-Masiry

Pendahuluan
Seorang penulis Amerika keturunan Yahudi Susan Sontag, pembela kaum lesbi penulis buku; Against Interpretation, (melawan Interpretasi) dianggap sebagai salah seorang penulis terpenting di zamannya. Buku tersebut hadir dengan nuansa yang agak berbeda dengan peradaban Barat. Menceritakan tentang nonrasial filsafat yang mulai mengkungkung barat (bahwa kreasi seni bukan sebuah cerita tapi sihir, –jawaban intuisi yang butuh penafsiran– penampilan kita adalah wujud yang sebenarnya, dan wajah adalah topeng), dalam alam post-modernisme tidak ada bentuk yang bisa dipahami, manusia sebagai manusia kehilangan ciri yang menjadikannya memiliki posisi yang sama dengan yang lain, bahkan manusia dikuasai oleh segala sesuatu). Banyak diantara pemikir barat menganggap kelahiran buku ini sebagai sejarah lahirnya post-modernisme.
Bermula dari lahirnya gerakan pencerahan (humanisme) barat yang menjadikan manusia sebagai pusat, dan menegaskan tentang rasionalitasnya serta kemampuannya melampaui dirinya dan lingkungannya tanpa mengetahui hal-hal yang nonrasial. Peradaban ini dimulai dengan pengumuman "matinya tuhan" atas nama manusia sebagai pusat dan berakhir dengan pencabutan otoritas manusia menjadi decenter.
Kaum modernis menganggap bahwa teknologi akan menjadi sumber kebahagian manusia dan menjanjikan dunia yang lebih baik. Namun, hal itu tidak berlangsung lama, sampai kemudian ditemukan juga begitu banyak dampak negatif dari ilmu pengetahuan bagi dunia. Teknologi mutakhir ternyata sangat membahayakan dalam peperangan dan efek samping kimiawi justru merusak lingkungan hidup. Dengan demikian, mimpi orang-orang modernis ini tidaklah berjalan sesuai harapan dan berakhir dengan kehancuran manusia itu sendiri.
Dalam buku ini, Dr. Masiry memulai tulisannya dengan pembahasan tentang fenomena awal yang menyebabkan lahirnya babakan baru dalam sejarah peradaban barat. Lahirnya modernisme yang kemudian berakhir dengan lahirnya post-modernisme. Buku ini sangat menarik untuk dikaji bersama sebagai refeleksi tentang kehidupan yang melanda masyarakat barat saat ini, atau mungkin telah menjangkiti diri kita atau masyarakat kita tanpa pernah sadar akan hal tersebut.

Materi
Dalam tulisan ini, Dr. Masriy memulai dengan pembahasan tentang "materi". Yang dimaksud dengan "materi" di sini adalah materi dalam istilah Filsafat ; meyakini bahwa materi adalah zat asli dan penggerak inti alam. Pandangan ini tidak ada kaitannya dengan "cinta harta (materi)", karena banyak diantara kaum materialis lebih zuhd dibanding orang-orang beriman. Pola hidup materialis tidak berarti semua masyarakat barat itu materialistis, banyak diantara mereka yang masih bersikukuh dengan iman mereka, tapi justru pola hidup materialislah yang menguasai aspek kehidupan mereka secara umum dan khusus. Pola materialis ini mengalami dua fase :
1. Fase rasionalitas materi (Modernisme)
2. Fase nonrasial materi (Post-Modernisme)
Rasionalitas materi adalah keyakinan bahwa alam ini memuat hal-hal yang bisa digunakan untuk mengintrepretasi segala bentuk materi tanpa membutuhkan wahyu atau pesan Tuhan. Rasionalitas materi ini lebih di kenal dengan istilah gerakan pencerahan, dimana akal manusia mampu mencapai pengetahuan yang menerangi segala sesuatu serta fenomena-fenomena alam. Pengetahuan ini menjadikan manusia sebagai pusat pada alam, yang menjadikannya mampu merubah dan menguasai alam. Dimana manusia berubah menjadi tuhan atau wakil tuhan atau tidak butuh lagi kepada tuhan. Inilah yang menjadi perdebatan humanisme yang dianggap sebagai fase awal dari gerakan pencerahan modernisme.

Post-modernisme dan Kegilaan

Orang bisa saja menganggap "Post-modernisme" hanya permainan kata atau seperti hantu yang menakutkan atau sebagai aliran filsafat yang tidak bisa dipahami oleh akal kita yang lemah. Orang bisa ngotot menganggapnya tidak ada dan omong kosong. Meskipun orang bisa juga bersikukuh menganggapnya kenyataan paling real hari ini. Orang tidak akan pernah tahu apa itu post-modernisme tanpa mengetahui perselisihan sejarah filsafat dengan gerakan dekonstruksinya serta munculnya imajinasi rasio dan perkembangannya.
Pembahasan ini dimulai dengan sosok tokoh post-modernisme, Jacques Derrida (1930 M.) seorang filosof Francis Yahudi. Dia penganut aliran filsafat nonrasial kontemporer. Dia banyak terpengaruh dengan Nietsche dan fiolosof serta pemikir lainnya (Sarter, Martin Heidegger, Imanuell Lipness, pemikir Francis Yahudi).

Derrida memulai dengan perlawanan terhadap strukturalisme (al-binyawiyyah), sebuah gerakan yang –dari segi filsafat- berusaha menjauh dari esensi manusia yang berada dalam naungan eksistensialisme (al-wujudiah). Orang-orang struktrulis menganggap strukturalisme sebagai penggerak awal dan melampaui akal manusia. Sehingga kita mendapati struktur bahasa dan kekuasan berbicara tentang manusia, bukan manusia yang berbicara tentang struktur bahasa dan kekuasaan. Derrida berkesimpulan bahwa strukturalisme di kemas dalam metafisika dimana eksistensi akal ibarat ungkapan-ungkapan suci yang melampaui alam intuisi dan perubahan. Struktur dalam pandangan orang Strukturalis adalah metode-metode yang menyerupai bangunan akal manusia. Sedangkan strukturalisme adalah proyek mempelajari bangunan akal tersebut. Konsekwensinya, manusia kembali pada otoritasnya dan memberikan alam rasionalitas dan makna yang memungkinkan manusia untuk sampai pada satu kebenaran.
Proyek besar Derrida adalah upaya untuk meruntuhkan ontologi* barat secara menyeluruh yang dibangun dengan pola pemilahan (oposisi) biner, seperti manusia dan alam, mutlak dan nisbi, tetap dan berubah. Oposisi biner ini bersandar pada pertanda transendensi yang tsabit. Derrida berusaha meruntuhkan pertanda transendensi tsabit tersebut (logos, mutlak dan tetap) dari sisi agama dan materi dengan menetapkan oposisi binernya. Dengan begitu, dia mampu mehancurkan batasan-batasan oposisi yang tersusun dalam pertanda transenden menuju suatu alam baru tanpa batas, asas dan tanpa dasar ketuhanan bahkan tanpa landasan sama sekali. Pluralisme dan relativisme menjadi kata kuncinya. Alam petanda dan pertanda terpisah secara mutlak. Maka, bagi mereka tidak ada bahasa (kalau pun ada, hanya sekedar bahasa tubuh intuisi). Realitas teks saling tumpang tindih. Teks tidak bisa lagi dihadapkan pada realitas ataupun teks dengan makna teks. Pandangan nihilisme ala posmo ini akan menjadi dekonstrukter ketika dijadikan metode dalam membaca sebuah teks.
Dengan proyek dekonstruksinya, Derrida berusaha menghancurkan batasan-batasan kata, kalimat dan makna dengan menciptakan makna-makna baru. Derrida memainkan bahasa provokatif dengan tetap menjaga keseimbangan bahasa tersebut.

Apa yang dilakukan Derrida menurut Masiriy adalah permainan anak-anak yang memuakkan. Kita tahu bahwa permainan anak-anak pada masa kanak-kanak adalah wajar, tapi ketika menjadi orang dewasa, suasananya akan sangat berbeda. Masiry memberikan contoh ; Derrida ketika lahir diberi nama Jacky kemudian dia ganti menjadi Jacques. Dia mengganti namanya tanpa meninggalkan nama yang pertama. Baginya, nama pertama adalah nama yang kedua dan yang kedua adalah yang pertama. Bagaimana bisa seperti itu? Derrida mengatakan : "nama itu seperti tanda khitan, isyarat yang datang dari orang lain, dan tidak mungkin berpisah dari badan". Menurut Masiry, nama bisa saja sama dengan khitan dari satu sisi tapi tidak dari semua sisi. Kita bisa saja menyamakan satu dengan yang lain tanpa ada pertautan antar keduanya. Seperti itulah tabiat perbandingan (majaz). Dia tidak menuntut pertautan dari semua sisinya. Sedangkan Derrida mengatakan bahwa majaz tidak bisa dibawa menuju titik akhir yang logis. Ini yang diketahui setiap anak-anak, ini juga yang dipahami oleh Derrida, akan tetapi dia mempermainkan esensi majaz untuk merusak makna bahasa itu sendiri.
Menurut Derrida, nama adalah fenomena peradaban manusia sama dengan bahasa. Menurutnya, nama adalah tanda yang tidak berpisah dari yang ditandai, ada hubungan pertautan dan pemisahan antar keduanya. Menurut Masiry, seandainya kita tahu bahwa nama adalah fenomena peradaban manusia dan tunduk pada keinginan manusia, tidak seperti tubuh yang merupakan fenomena alam / materi, maka, kita akan marah dan sedih seperti anak-anak dan akan memberitahu semua orang bahwa tidak ada hubungan antar tanda dan yang ditandai yang meyebabkan posisi manusia bermasalah.

Modernisme dan Post-modernisme
Secara terperinci, mustahil bagi kita untuk mendefinisikan post-modernisme secara utuh. Hal ini karena adanya ketidaksepahaman mengenai modernitas yang digantikan oleh postmodernis. Kenyataannya, kata “postmodern” sendiri sulit untuk dimengerti secara tepat. Kata “modern” sendiri berarti “terbaru, barusan, mutakhir”; sedangkan kata “post” (pasca) berarti “sesudah.” Jadi secara harfiah sesungguhnya pengertian postmodern mengandung makna pengingkaran, maksudnya “sesuatu” itu bukan modern lagi. Jadilah kemudian post-modernisme mengaburkan pengertian modernisme. Istilah "Post-modernisme" juga dikenal dengan "Poststrukturalisme" yang ditandai dengan runtuhnya filsafat strukruralisme, dan terkadang juga dikaitkan dengan istilah "dekonstruksi". Meskipun istilah posmodenisme mengandung makna yang lebih umum dari dekonstruksi yaitu pandangan filsafat secara umum, sedangkan "dekonstruksi" adalah salah satu tujuan dari filsafat ini. Dekonsktruksi adalah aliran yang meruntuhkan otoritas manusia yang dijadikan sebagai salah satu metode pembacaan teks-teks post-modernisme.
Derrida melihat bahwa ontologi barat bermula dari Plato. Inti dari teori Plato adalah keyakinan tentang adanya alam kebenaran mutlak, yaitu alam universal yang melampaui alam kita dengan satu tujuan, serta alam materi yang menghalangi alam mutlak. Teori Plato sendiri masih mengandung kontradiksi fatal. Plato mengatakan bahwa meskipun alam materi menghalangi alam mutlak, akan tetapi kita bisa sampai pada pengetahuan tentang manusia melalui intuisi, akal dan bahasa. Akan tetapi semua makna yang dicapai bersandar pada metafisika transendensi, jadi ada hubungan antara realitas dan metafisika. Plato menegaskan bahwa intuisi, akal dan bahasa hanya sebatas alat untuk mencapai tujuan akhir.

Proyek modernisme bertolak pada pemahaman bahwa alam ini memuat hal-hal yang bisa digunakan untuk menafsirkannya, dan bahwa akal mampu mencapai penafsiran rasio universal tentang alam ini tanpa perlu melakukan transendesi terhadap kosmos dan materi. Dalam artian, universalitas transendesi adalah semua materi yang ada di alam kita (dunia).
* Ontologi adalah aliran filsafat tentang keberadaan secara umum, ada sebagaimana dia ada. Pemikiran tentang ontologi merupakan pembahasan khusus tentang wujud (eksistensi).